Om Swastiastu, Om Awighnamastu
Namo Siddham. Om Hrang Hring Sah Parama Siwaditya ya Nawah. Sebelumnya saya
haturkan pengaksama mohon maaf ke hadapan Parama Kawi serta Batara-Betari serta
Leluhur semuanya. Agar saat menceritakan keberadaan para leluhur yang telah
pulang ke Nirwana, saya terlepas dari kutukan dan neraka karena bahasan ini
diambil dari berbagai sumber informasi yang mungkin belum akurat kebenarnnya. Pada
tulisan kali ini saya akan mencoba mendalami kemungkinan asal usul Tanggahan
Tengah, mohon jika ada kesalahan dan kekurangan segera diberikan masukan.
Tanggahan Tengah berasal dari dua
suku kata yaitu Tanggahan dan Tengah, Tanggahan dapat ditafsirkan berasal dari
asal kata tangga yang memiliki arti “tangga” atau “tanggu”, kata tangga memiliki
arti undagan/ tingkatan sedangkan tanggu artinya merupakan ujung, serta tengah
yang artinya posisi tengah. Kali ini penulis akan membahasa arti kata Tanggahan
Tengah dari asal kata Tanggahan sebagai “tanggu”. Dalam arti tersebut dapat
diartikan bahwa nama Tanggahan Tengah memiliki arti “Tanggu” dan “Tengah” yang
apabila digabung menjadi Tanggu Tengah. Tanggu Tengah apabila diartikan
merupakan ujung tengah atau bisa dikatakan sebagai pusat. Dari arti kata
tersebut penulis menafsirkan bahwa Tanggahan Tengah merupakan pusat,
kemungkinan pusat perang pusat pemerintahan pada jaman kerajaan.
Dalam penapsiran lain juga bisa diambil kata "Tanggahan" yang artinya "Nanggehan" yang memiliki pengertian "Mengundur", dan "Tengah"yang artinya "Tengah" jadi dalam konteks ini dapat diartikan bahwa Tanggahan Tengah artinya Mengundur di Tengah, kemungkinan mengundur peperangan saat terjadinya perang terdahulu.
Dalam penapsiran lain juga bisa diambil kata "Tanggahan" yang artinya "Nanggehan" yang memiliki pengertian "Mengundur", dan "Tengah"yang artinya "Tengah" jadi dalam konteks ini dapat diartikan bahwa Tanggahan Tengah artinya Mengundur di Tengah, kemungkinan mengundur peperangan saat terjadinya perang terdahulu.
Penulis belum dapat membuktikan
dari arti kata tersebut dengan bukti yang ontentik, namun dari peninggalan
sejarah seperti Pura yang terdapat di wilayah Tanggahan Tengah dapat dikatakan
bahwa di wilayah Tanggahan Tengah tersendiri memang terdapat sebuah kerajaan
pada jaman kerajaan. Pura tersebut seperti Pura Merajan Agung Dalem Tenggaling
dan Pura Bujangga Kentel Gumi. Dimana Pura Merajan Agung Dalem Tenggaling merupakan Pura pemujaan bagi Para Kesatria
dan Pura Bujangga Kentel Gumi merupakan Pura pemujaan bagi Para Brahmana.
Diceritakan oleh para penglingsir
bahwa penyungsung Pura Merajan Agung Dalem Tenggaling memang benar para raja
(Anak Agung). Namun karena terdapat sesuatu hal yang terjadi di wilayah
Tanggahan Tengah pada jaman dulu, para raja meninggalkan wilayah Tanggahan
Tengah dan para kesatria kerajaan Nyineb Wangsa, sehingga saat ini Pura Merajan
Agung Dalem Tenggaling disungsung oleh masyarakat sekitar. Sedangkan para kesatria
yang Nyineb Wangsa masih berdomisili di Banjar Tanggahan Tengah.
Sedangkan Pura Bujangga/ Kentel Gumi
yang sujatinya merupakan palinggih sebagai Sthana Bhatara Sakti Bhujanga, yang
merupakan bukti dari trah/sekte Bujangga Waisnawa pada jaman kerajaan dahulu di
Wilayah Tanggahan Tengah. Sekta Bujangga Waisnawa merupakan salah satu sekta
pada abad ke IX di Bali. Diceritakan kemunculan dari Sekta ini dimulai dengan
kegaduhan yang ada di Bali Pada tahun Saka 910 (988 M), yang pada saat itu Bali
diperintah raja Dharma Udayana dengan permaisurinya berasal dari Jawa Timur
bernama Gunapria Dharmapatni (putri Makutawangsa Whardana).Pemerintahan Dharma
Udayana dibantu beberapa pendeta yang didatangkan dari Jawa Timur. Antara lain
Mpu Kuturan merupakan keturunan Bujangga Waisnawa pada saat itu. Mpu Kuturan
diserahi tugas sebagai ketua majelis tinggi penasehat raja dengan pangkat
senapati, sehingga dikenal sebagai Senapati Kuturan. Kegaduhan disebabkan
karena banyaknya Sekta yang berkembang seperti, Sekta Siwa Sidhanta, Brahmana,
Resi, Sora, Pasupata, Ganapatya, Bhairawa, Waisnawa, dan Sogatha. Sehubungan
dengan hal tersebut, raja lalu menugaskan kepada Senapati Kuturan untuk
mengatasi kekacauan itu.Atas dasar tugas tersebut, Mpu Kuturan mengundang semua
pimpinan sekte dalam suatu pertemuan yang dilakukan di Bataanyar (Samuan
Tiga).Pertemuan ini mencapai kata sepakat dengan keputusan Tri Sadaka dan
Kahyangan Tiga. Senapati Kuturan sangat berjasa dalam hal ini, karena
dapat menangani kekacauan dan
mendapatkan kata sepakat diantara Sekta-Sekta yang ada. Oleh sebeb itulah maka
dalam zaman raja-raja berikutnya, Bujangga Waisnawa ini selalu menjadi Purohita
mendampingi raja. Sedangkan sejarah lain terkait Sekta Bujangga Waisnawa adalah
perjalanan Maharsi Markandya ke Bali. Seperti pembangunan Pura Besakih serta
Pura –Pura besar lainnya.
Dari bahasan tersebut penulis memperkirakan
bahwa Tanggahan Tengah sudah ada dari jaman kerajaan dahulu, dan terdapat
sorang Raja yang memerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar