Kamis, 27 Juli 2017

Ngunying/Ngurek


Ngunying/Ngurek



Ngurek berasal dari kata ‘urek’ yang berarti tusuk, jadi Ngurek/Ngunying dalam kontek ini dapat diartikan menusuk bagian tubuh sendiri dengan keris, tombak atau alat lainnya saat berada dalam kondisi kerasukan/kerauhan (trance)


Munculnya Tari Ngurek atau  Tari Ngunying adalah sebuah tarian yang menunjukkan kedigdayaan para prajurit pada jaman kerajaan dan juga bertujuan untuk menunjukkan rasa syukur kepada Sang Hyang Wenang yang telah memberikan Anugerah.

Secara garis besar prosesi Ngurek atau Ngunying terbagi menjadi tiga yang terdiri dari:
Nusdus adalah merangsang para pelaku ngurek dengan asap yang beraroma harum menyengat agar segera kerasukan. Masolah merupakan tahap menari dengan iringan lagu-lagu dan koor kecak atau bunyi-bunyian gamelan Ngaluwur berarti mengembalikan pelaku ngurek pada jati dirinya.

Masuknya roh kedalam diri para pengurek ini ditandai oleh keadaan: badan menggigil, gemetar, mengerang dan memekik, dengan di iringi suara gending gamelan, para pengurek yang kerasukan, langsung menancapkan senjata, biasanya berupa keris pada bagian tubuh di atas pusar seperti dada, dahi, bahu, leher, alis dan mata, walaupun keris tersebut ditancapkan dan ditekan kuat kuat secara berulang ulang, jangankan berdarah, tergores pun tidak kulit para pengurek tersebut, roh yang ada didalam tubuh para pengurek ini menjaga tubuh mereka agar kebal, tidak mempan dengan senjata.

Tradisi Ngurek ini merupakan kebiasaan masyarakat Bali, dimana saat upacara mengundang roh leluhur dilakukan, para roh diminta untuk berkenan memasuki badan orang-orang yang telah ditunjuk, dan menjadi sebuah tanda, bahwa roh-roh yang diundang telah hadir di sekitar mereka. Tradisi Ngurek juga dipercaya, untuk mengundang Ida Bhatara dan para Rerencangan (prajurit beliau) berkenan menerima persembahan ritual saat upacara.

Sumber:

https://denpasarkota.go.id/index.php/baca-senibudaya/61/Makna-Ngurek-Atau-Ngunying-Di-Bali

Rabu, 26 Juli 2017

Penghargaan Pengabdi Seni 2017


Penghargaan Pengabdi Seni I Nyoman Pudja


Penghargaan Pengabdi Seni Pada Pesta Kesenian Bali XXXIX Tahun 2017 



Pemberian penghargaan kepada Para Pengabdi seni merupakan salah satu wujud apresiasi Pemerintah Provinsi Bali, kepada para Seniman yang telah berjasa dalam melestarikan seni budaya dan telah menunjukkan Dharma baktinya secara konsisten kepada pemerintah, masyarakat, dan seni itu sendiri. 
Menurut Gubernur Bali, pengabdian para seniman Lingsir telah menunjukkan bahwa beliau-beliau mampu menjadi penerus nilai-nilai berkesenian yang telah diwariskan oleh para leluhur. Ditambahkan Pastika, Seniman Lingsir adalah pewaris sekaligus penerus, hasil Cipta, Rasa, Karsa dari para leluhur kepada generasi sekarang dan generasi mendatang.
Lebih lanjut, keberadaan seni budaya Bali yang tetap Lestari bahkan berkembang ditengah derasnya arus globalisasi saat ini tentu tidak bisa dilepaskan oleh peran dan pengabdian para seniman Lingsir. Budaya global dengan kemajuan teknologinya yang mengancam eksistensi nilai-nilai tradisional Bali harus di seleksi agar dapat memperkuat dan memperkaya Setiap unsur kebudayaan daerah.
Pesta Kesenian Bali setiap tahun, telah membuktikan bahwa kehidupan berkesenian masyarakat Bali sangat semarak dan semua seni tradisional masih lestari, disamping sangat banyak lahirnya kreasi garapan baru. Pesta Kesenian Bali dan juga kegiatan kesenian lainnya harus dapat mensejahterakan seniman dan masyarakat Bali secara umum.
Sementara itu, Ketua Panitia Pesta Kesenian Bali XXXIX Tahun 2017 Drs. Dewa Putu Beratha, M.Si dalam laporannya mengatakan jika pemberian penghargaan pengabdi Seni merupakan wujud perhatian Pemerintah Provinsi Bali terhadap para Seniman yang telah mengabdikan hidupnya pada bidang seni dan budaya Bali.
Menurutnya, proses pemberian penghargaan pengabdi seni tahun 2017, berdasarkan atas usulan dari Pemerintah Kabupaten/Kota se-Bali untuk selanjutnya diseleksi oleh tim kurator PKB XXXIX Tahun 2017 dan dipilih penerima penghargaan pengabdi seni sebanyak 9 (sembilan) orang ditetapkan dengan keputusan Gubernur Bali Nomor : 1287/03-K/HK/2017 tanggal 7 Juni 2017.

I Nyoman Pudja ST., M.Ag



Adapun kesembilan penerima penghargaan tersebut ialah I Nyoman Pudja, SST, M.Ag (63), Seniman Tari, asal Br. Tanggahan Tengah, Desa Demulih, Kwc. Susut, Bangli.  Drs. I Wayan Swardaniyasa (65), Seniman Tari, Tabuh dan Pencipta Lagu, asal Br. Ulapan, Desa Blahkiuh, Kec. Abiansemal, Badung. Putu Sumardika (61), Seniman Karawitan, asal Br. Dinas Delod Margi, Desa Nagasepeha, Buleleng. I Wayan Sweca, S.Skar., M.Si (69), Seniman Karawitan, asal Kesiman Pentilan, Denpasar. Ida Made Giur Dipta. AMa.Pd (69), Seniman Tari dan Karawitan, asal Br. Dinas Pekandelan, Desa Culik, Kec. Abang, Karangasem. Ni Wayan Ranten (65), Seniman Tari (Tari Arja), asal Denpasar. I Nengah Madia (69), Seniman Sastra Daerah, asal Pemedilan, Dauhwaru, Jembrana. Ketut Surata (78), Seniman Sastra Daerah, asal Br. Pande, Kelurahan Semarapura Kelod Kangin, Klungkung. Serta I Made Mundra, S.Pd (58), Seniman Tari, asal Br. Serason, Desa Pitra, Kec. Penebel, Tabanan.




Sumber: 

http://www.birohumas.baliprov.go.id/index.php/berita-detail/3348/Gubernur-Pastika-Serahkan-Penghargaan-Kepada-9-Seniman-Pengabdi-Seni-Tahun-2017/