Rabu, 26 April 2017

TRADISI MEGANDU

MEGANDU



 
Megandu merupakan salah satu Tradisi Budaya yang ada di Desa Adat Tanggahan Tengah. Belum diketahui asal kata Megandu, secara umum Megandu merupakan perang Ketupat dengan menggunakan Tipat yang bernama tipat megandu. Megandu merupakan salah satu tradisi adat budaya Umat Hindu di Tanggahan Tengah yang tergolong unik dan merupakan warisan leluhur yang masih terus dilaksanakan secara turun temurun dari dari generasi ke generasi sampai saat ini

Tradisi ini dilakukan setiap satu Tahun sekali yaitu bertepatan dengan Pujawali di Pura Masceti Tanggahan Tengah yang jatuh pada Sukra Umanis, Wuku Langkir. Penglingsir Tanggahan Tengah Menyebutkan makna dari Megandu itu sendiri adalah ungkapan terima kasih kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manefestasi beliau sebagai Dewi Sri sebagai perlambang Dewi Kesuburan dan Kemakmuran atas berkah yang telah beliu berikan ke warga khususnya warga Tanggahan Tengah.
Proses Megandu dimulai dengan Upacara Persembahyangan bersama di Pura Masceti Banjar Tanggahan Tengah. Setelah semua selesai sembahyang dan mendapat tirta maka tradisi Megandu dimulai. Peserta upacara Megandu di bagi dua kelompok dan saling berhadapan satu sama lain, setelah semuanya siap. 






Dengan terlebih dahulu diberikan aba aba, aksi saling lempar melempar ketupat menjadi saat menarik karena begitu riuh dengan sorak sorai peserta dan warga setempat yang ikut dan menyaksikan upacara Megandu, ini berlangsung kira kira lebih kurang selama selama 30 menit. 

Setelah selesai peserta Megandu akan Megibung (makan bersama-sama) berlambang berkah yang tuhan berikan ke hambanya.

Didaerah lain juga terdapat tradisi ini tetapi mungkin menggunakan Tipat dengan nama dan bentuk yang lain. Seperti di Desa Kapal, Mengwi, Kabupaten Badung misalnya, di daerah ini Perang Ketupat dilakukan setiap satu tahun sekali. Disebutkan Perang ketupat adalah simbolis hubungan yang dilakukan oleh Dewa Rare Angon dan Dewi Hyang Nini Bhogowati sebagai lambing kesuburan dan kemakmuran 
(sumber: http://www.komangputra.com/kekuatan-magis-tradisi-perang-ketupat-di-bali.html)

PUJAWALI & ODALAN PURA

DAFTAR PIODALAN DAN PUJAWALI DI BANJAR TANGGAHAN TENGAH

          Banjar Tanggahan Tengah merupakan salah satu Desa Adat yang ada di Bali. Desa Adat adalah desa yang sudah memiliki Khayangan Tiga yaitu Pura Dalem, Pura Puseh dan Pura Baleagung. Selain Pura yang termasuk Khayangan Tiga tadi terdapat pula Pura lain yaitu, Pura Dalem Sangsi, Pura Bujangga & Kentel Gumi, Pura Taman Sari, Pura Dalem Tengalaing/ Pura Merajan Agung, Pura Penataran, dan Pura Masceti. Kesembilan Pura yang terdapat di Banjar Tanggahan Tengah memiliki Odalan masing masing, dimana jatuh berdasarkan perpaduan antara sapta wara, panca wara dan wuku. Misalnya Pura Dalem yang tegak odalannya jatuh pada Sapta Wara yaitu Anggara(Selasa), dengan Panca Wara yaitu Kliwon, dan Wuku Tambir. Untuk mengecek tanggal pastinya bisa disesuaikan pada Kalender Bali. Odalan di Pura Lain dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1.

          Selain Odalan terdapat pula Pujawali Nyatur yang dilakukan di Pura Puseh yang biasa disebut Ngusaba Desa, diamana jatuh setiap satu tahun sekali yaitu pada Purnama Sasih Keenem. Terdapat Delapan Pura di Desa Adat Tanggahan Tengah, kedelapan Pura bagaikan Dewata Nawa Sanga yang berfungsi melindungi warga atau hambanya dari delapan penjuruh arah mata angin, dimana yang kesembilan adalah Desa Adat dan warga Tanggahan Tengah sendiri.

          Penulis merasa masih banyak kekurangan maupun kesalahan dalam tulisan ini, jika terdapat kesalahan penyebutan nama dan tempat, penulis tidak lupa meminta maaf kepada pihak yang merasa dirugikan. Semoga kedepannya kita selaku orang Bali saling menolong dan berkewajiban melestarikan Budaya dan Taksu Bali.


ttd


admin




Selasa, 25 April 2017

Sejarah Calonarang Tanggahan Tengah


Sejarah Calonarang Tanggahan Tengah


Tahun 1970an diyakini sebagai cikal bakal lahirnya Tarian Calonarang di banjar Tanggahan Tengah yaitu dengan tanda ada pawisik dari tapakan ida  bhatara bahwa tapakan ida bhatara istri harus tedun mesolah napak pertiwi. Mantan bendesa adat Tanggahan Tengah saat itu menyebutkan “waktu itu jro mangku Pura Dalem lingsir meminta agar ida bethara istri harus tedun napak pertiwi, tanpa pikir panjang saya mengiakan pawisik itu dan saya sendiri yang akan ngayah sebagai Pandung (Patih Taskara Maguna)” kata I Nyoman Pudja, S.Sn, M.Ag (jro mangku Mau) yang saat itu sebagai bendesa adat Tanggahan Tengah. ”Lakon pertama kali tidaklah lengkap atau belum menceritakan kisah Calonarang, pertama kali hanya ditarikan oleh beberapa penari saja yang penting ida bhatara istri bisa tedun mesolah” I Nyoman Pudja melanjutkan ceritanya.

I Nyoman Pudja, S.Sn, M.Ag (Jro Mangku Mau)
Namun seiring dengan berjalannya waktu beliau trus berpikir bagaimana cara agar menampilkan sebuah cerita saat nedunang ida bhatara istri mesolah, sehingga digaraplah sebuah cerita Pencalonarangan oleh I Nyoman Pudja, begitu beliau sering dipanggil. “Namun masalah belum selesai sampai disana, karena walaupun ada lakon namun penari kita belum ada”, tutur I Nyoman Pudja, sehingga beliau memulai menggarap dan mencari penari yang dibutuhkan. Dikatakan saat itu sangat sulit mencari Penari sehinga ada beberapa orang yang sampai dipaksa untuk mau menari. Namun dari hasil pemaksaan itu lahirlah penari penari yang sukses dan berkualitas saat ini, dimana beberpa penari yang terkenal itu seperti, I Wayan Ranggya(Penari Mantri), Alm.Kak Darsa (Penari Penasar), Jro Mangku Alit (Nengah Artana) sering disebut Nengah Anggur (Penari Wijil), Jro Mangku Wayan Danti (Penari Condong), Jro Mangku I Nyoman Pudja (Sebagai Pandung/Patih Taskaramaguna) dan masih banyak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.


Ni Wayan Danti (Mbok Mangku)
Kesuksesan mendirikan Calonarang di Desa Adat Tanggahan Tengah tidak lepas dari para pelatih yang tidak henti membagi ilmunya. Beberapa Pelatih/Guru saat itu adalah Ibu Candri sebagai pelaih tarian Sisya, Condong, Mantri didampingi Jro Mangku I Nyoman Pudja sebagai pelatih penasar, wijil, celuluk, rangde beserta tarian lainnya. Sedangkan dari sisi Penabuh dilatih oleh seorang maestro terkenal namanya sering terdengar dengan nama Bape Jebeg dan I Nyoman Mustika maestro asli Tanggahan Tengah. Pada masa jayanya Calonarang Tanggahan Tengah sering pentas didaerah Bangli, Gianyar dan Klungkung dan beberapa kali di Pesta Kesenian Bali. Begitu penjelasan yang disebutkan oleh Jro Mangku I Nyoman Pudja selaku mantan Bendesa Adat dan sekaligus pendiri Calonarang di Banjar Tanggahan Tengah.


I Wayan Ranggia



Jika terdapat kesalahan penyebutan nama ataupun cerita penulis tidak lupa mohon maaf sebesar besarnya.


ttd


Admin